Ada
yang pernah dengar ilmu Rawa Rontek (kepala-putus) ? Ilmu tingkat
tinggi ini konon dikuasai oleh Pitung, sang pendekar legenda Betawi. Ia
kebal segala senjata, walau kepalanya terpenggal masih bisa tersambung
dan hidup lagi.
Kalau
kesaktian semacam itu berbau mistis, tapi tidak bagi ilmu kedokteran
dewasa ini. Kabar mengejutkan datang dari Italia. Sebuah proyek yang
disebut HEAVEN mengumumkan dalam sebuah jurnal Surgical Neurology
International, penyambungan atau transplantasi kepala pada manusia
semakin mendekati kenyataan.
Dalam
jurnal disebutkan Dr Sergio Canavero menguraikan prosedur untuk
mengambil kepala dari donor dan menanamkannya ke tubuh orang lain.
Langkah ini melibatkan induksi hipotermia dan memotong syaraf sumsum
tulang belakang dengan 'pisau ultra-tajam', sehingga dapat menyatu
dengan sumsum tulang belakang donor.
"Hal
ini, tentu saja, benar-benar berbeda dari apa yang terjadi dalam cedera
tulang belakang klinis, di mana kerusakan dan jaringan parut menghambat
regenerasi," tulis Canavero.
Dr Sergio Canavero yang kini dijuluki "Dr. Frankestein"
Ia
menguraikan skenario hipotetis, di mana donor adalah orang yang
menglami mati otak. Dia mengatakan, penerimanya bisa siapa saja yang
berada dalam kondisi terminal, karena kanker atau apa pun yang
meninggalkan otaknya dalam kondisi utuh.
Untuk
transplantasi kepala, dua operasi harus dilakukan di ruang yang sama,
di mana kedua tali tulang belakang akan terputus secara bersamaan untuk
kemudian segera disambungkan, direkatkan dengan zat yang disebut
polyethylene glycol, atau PEG.
Sejak 1950
Sebenarnya
transplantasi kepala bukanlah hal baru. Menurut catatan, pertama kali
terjadi pada tahun 1950 ketika seorang Dokter Rusia mencoba tranplantasi
kepala anjing.
Di
tahun 1970, Robert White, dari Case Western Reserve University (CWRU),
menguji-coba pada monyet. Binatang itu bisa bertahan hidup dengan tubuh
baru selama 8 hari. Kelemahannya, kepala monyet yang baru tidak memiliki
kontrol atas tubuh saraf baru.
Transplantasi kepala termasuk menyambung kembali jutaan saraf
Berbagai
upaya perbaikan terjai bertahun-tahun kemudian. Percobaan
transplantasi pada tikus bisa mengontrol saraf kandung kemih dan
diafragma. Dua bahan kimia chondroitinase dan FGF digunakan untuk
memberikan insentif proses rekoneksi. Selain itu, PEG pencahar
(polyethylene glycol), dan bahkan melatonin juga dipakai dalam membantu
regenerasi saraf.
Kembali
pada hasil percobaan Canavero di Italia, berbagai kemajuan telah
dicapai. Penyambungan kepala di tahun-tahun mendatang bukan hal yang
mustahil. Namun, kendala terbesar adalah kesiapan masyarakat pada
terobosan revolusioner ini.
"Masalahnya
adalah bukan terkait dengan hal-hal teknis, tapi etis," ungkap Canavero
dilansir ABCNews.com. Lebih jauh, menurut sang dokter hasil operasi
akan menciptakan sebuah 'chimera', makhluk mitologis, dan bertabrakan
dengan isu-isu etika yang kompleks, misalnya, pasien akan menurunkan
sifat genetiknya atau genetik donor.
Ketika kloning pada manusia masih terus diperdebatkan di banyak negara, bagaimana dengan ilmu rawa rontek modern ini?